Computational thinking adalah cara berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan cara menguraikannya menjadi beberapa tahapan yang efektif, efisien, dan menyeluruh. Computational thinking dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan berbagai masalah di bidang ilmu pengetahuan, termasuk kimia.
Computational thinking adalah cara berpikir yang menggunakan konsep-konsep komputasi untuk memecahkan masalah secara sistematis dan kreatif. Computational thinking dapat diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk kimia.
Contoh penerapan computational thinking dalam kimia adalah:
- Menggunakan algoritma untuk menentukan rumus molekul senyawa kimia dari nama atau struktur molekulnya.
- Menggunakan simulasi komputer untuk memodelkan reaksi kimia dan memprediksi hasilnya.
- Menggunakan abstraksi untuk menyederhanakan konsep-konsep kimia yang kompleks dan mengidentifikasi pola-pola yang penting.
Beberapa contoh lain penerapan computational thinking dalam kimia:
- Menggunakan dekomposisi untuk membagi masalah kimia menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dikerjakan.
- Menggunakan generalisasi untuk menerapkan prinsip-prinsip kimia yang sama pada situasi yang berbeda atau menemukan solusi yang berlaku untuk banyak kasus.
- Menggunakan evaluasi untuk mengevaluasi hasil atau solusi dari masalah kimia dan membandingkannya dengan data eksperimen atau teori.
Computational thinking memiliki banyak manfaat dalam kimia, antara lain:
- Meningkatkan kemampuan problem solving dan kreativitas dalam menyelesaikan masalah kimia yang kompleks dan bervariasi.
- Mendorong pola pikir yang sistematis, logis, dan efisien dalam memahami konsep-konsep kimia dan menerapkannya pada situasi nyata.
- Memfasilitasi penggunaan teknologi komputer untuk membantu proses pembelajaran dan penelitian kimia
Beberapa tantangan dalam menerapkan computational thinking dalam kimia adalah:
- Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang konsep dan manfaat computational thinking di kalangan siswa, guru, dan orang tua.
- Kurangnya sumber daya dan fasilitas yang mendukung pembelajaran computational thinking, seperti komputer, internet, perangkat lunak, dan bahan ajar.
- Kurangnya keterampilan dan kompetensi guru dalam mengintegrasikan computational thinking ke dalam kurikulum dan metode pembelajaran kimia.
- Kurangnya motivasi dan minat siswa untuk belajar computational thinking karena dianggap sulit, membosankan, atau tidak relevan dengan kehidupan nyata.
Berikut ini diberikan contoh-contoh penerapan Computational Thinking dalam penyelesaian soal kimia
SOAL 1
Sebuah larutan asam klorida (HCl) memiliki pH 2. Tentukan konsentrasi HCl dalam larutan tersebut!
Langkah-langkah penyelesaian dengan computational thinking:
- Decomposition: memecah masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dipahami. Misalnya, mengidentifikasi konsep-konsep yang terkait dengan masalah, seperti pH, konsentrasi, dan asam-basa.
- Pattern recognition: mencari pola atau hubungan antara bagian-bagian masalah. Misalnya, mengetahui rumus untuk menghitung pH dari konsentrasi H+ atau sebaliknya: pH = -log[H+]
- Abstraction: menyederhanakan masalah dengan mengabaikan informasi yang tidak relevan atau tidak penting. Misalnya, mengasumsikan bahwa larutan HCl adalah larutan asam kuat yang terionisasi sempurna sehingga konsentrasi H+ sama dengan konsentrasi HCl.
- Algorithms: membuat langkah-langkah sistematis dan logis untuk menyelesaikan masalah. Misalnya:
-
- Mengubah nilai pH menjadi bentuk logaritma: 2 = -log[H+]
- Mencari nilai [H+] dengan mengubah tanda logaritma: [H+] = 10-2
- Menggunakan nilai [H+] sebagai konsentrasi HCl karena diasumsikan sama: [HCl] = 10-2 M
Jadi, konsentrasi HCl dalam larutan tersebut adalah 10-2 M.
SOAL 2:
Sebuah larutan gula (C6H12O6) memiliki massa jenis 1,2 g/mL dan konsentrasi 20% (m/m). Tentukan massa gula dan massa air dalam 100 mL larutan tersebut!
Langkah-langkah penyelesaian dengan computationaal thinking:
- Decomposition: memecah masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dipahami. Misalnya, mengidentifikasi konsep-konsep yang terkait dengan masalah, seperti massa jenis, konsentrasi, massa gula, dan massa air.
- Pattern recognition: mencari pola atau hubungan antara bagian-bagian masalah. Misalnya, mengetahui rumus untuk menghitung massa jenis dari massa dan volume: ρ = m/V
- Abstraction: menyederhanakan masalah dengan mengabaikan informasi yang tidak relevan atau tidak penting. Misalnya, mengasumsikan bahwa larutan gula adalah larutan homogen yang terdiri dari gula dan air saja tanpa zat lain.
- Algorithms: membuat langkah-langkah sistematis dan logis untuk menyelesaikan masalah. Misalnya:
- Menghitung massa total larutan dengan menggunakan rumus massa jenis: m = ρ x V = 1,2 g/mL x 100 mL = 120 g
- Menghitung massa gula dalam larutan dengan menggunakan persentase konsentrasi: mgula = 20% x m = 0,2 x 120 g = 24 g
- Menghitung massa air dalam larutan dengan mengurangi massa total dengan massa gula: mair = m – mgula = 120 g – 24 g = 96 g
Jadi, massa gula dalam 100 mL larutan tersebut adalah 24 g dan massa air adalah 96 g.
SOAL 3:
Seorang ahli kimia ingin membuat suatu reaksi kimia dengan tujuan memproduksi senyawa tertentu.
Langkah-langkah penyelesaian dengan computational thinking:
- Decomposition: Untuk itu, ia perlu mendekomposisi reaksi tersebut menjadi serangkaian tahap yang lebih sederhana. Ia perlu mengidentifikasi bahan-bahan yang dibutuhkan, reaksi-reaksi yang terlibat, serta kondisi dan parameter yang harus diatur.
- Pattern recognition: Seorang mahasiswa kimia mendapatkan tugas untuk mengidentifikasi suatu senyawa berdasarkan spektrum massa dan spektrum resonansi magnet inti (NMR). Untuk itu, ia perlu mengenali pola atau karakteristik tertentu yang terdapat pada spektrum massa dan NMR. Misalnya, pola puncak tertentu pada spektrum massa dapat menunjukkan keberadaan gugus fungsi tertentu dalam senyawa tersebut, sedangkan pola puncak tertentu pada NMR dapat menunjukkan jumlah dan tipe atom tertentu dalam senyawa.
- Abstraction: Seorang peneliti ingin merancang suatu katalis yang efektif untuk mengkatalisis reaksi kimia tertentu. Untuk itu, ia perlu menyederhanakan kompleksitas reaksi dan fokus pada sifat-sifat katalis yang memengaruhi kecepatan reaksi. Ia dapat mengabstraksi sifat-sifat katalis seperti keaktifan, kestabilan, dan selektivitas, serta mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat tersebut.
- Algorithms: Seorang ahli kimia ingin mengoptimalkan suatu proses produksi kimia dengan meminimalkan biaya dan waktu yang dibutuhkan. Untuk itu, ia perlu menggunakan algoritma yang tepat untuk mengoptimalkan proses produksi, seperti algoritma optimasi atau simulasi. Misalnya, ia dapat menggunakan algoritma genetika untuk mencari kombinasi optimal dari parameter-parameter yang mempengaruhi proses produksi, seperti suhu, tekanan, dan konsentrasi reaktan.
SOAL 4:
Penghitungan besarnya kalor dari praktikum kalorimetri
Langkah-langkah penyelesaian dengan computational thinking:
- Decomposition: Seorang mahasiswa kimia melakukan praktikum kalorimetri dengan tujuan menghitung besarnya kalor yang dihasilkan dalam reaksi kimia tertentu. Untuk itu, ia perlu mendekomposisi masalah tersebut menjadi serangkaian tahap yang lebih sederhana, seperti menentukan bahan-bahan yang dibutuhkan, membuat alat kalorimeter, mengukur suhu awal dan akhir reaksi, dan menghitung besarnya kalor.
- Pattern recognition: Mahasiswa tersebut mengenali pola atau karakteristik tertentu pada praktikum kalorimetri, seperti adanya perubahan suhu dalam sistem yang diukur dengan termometer. Ia juga mengenali persamaan yang digunakan untuk menghitung besarnya kalor, yaitu Q = m.c.ΔT, di mana Q adalah besarnya kalor yang dihasilkan, m adalah massa zat yang bereaksi, c adalah kalor jenis zat tersebut, dan ΔT adalah perubahan suhu yang terjadi.
- Abstraction: Mahasiswa tersebut menyederhanakan kompleksitas masalah dengan memfokuskan pada sifat-sifat zat yang bereaksi dan sifat-sifat alat kalorimeter. Ia mengabstraksi sifat-sifat tersebut dan mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kalor yang dihasilkan, seperti massa zat yang bereaksi, kalor jenis zat tersebut, dan perubahan suhu yang terjadi dalam sistem.
- Algorithms: Mahasiswa tersebut menggunakan algoritma untuk menghitung besarnya kalor yang dihasilkan dalam reaksi kimia. Ia mengukur suhu awal dan akhir reaksi dengan termometer, dan menghitung perubahan suhu yang terjadi (ΔT). Ia juga menimbang massa zat yang bereaksi (m) dan mengukur kalor jenis zat tersebut (c) menggunakan alat kalorimeter. Kemudian, ia menggunakan persamaan Q = m.c.ΔT untuk menghitung besarnya kalor (Q) yang dihasilkan dalam reaksi kimia.
Dengan menggunakan computational thinking, mahasiswa tersebut dapat memecahkan masalah praktikum kalorimetri dengan lebih efisien dan akurat. Ia dapat mengidentifikasi masalah dengan lebih baik, membuat model matematis yang tepat, dan menggunakan algoritma untuk menghitung besarnya kalor yang dihasilkan.
SOAL 5:
Sebuah logam berbentuk bola dengan massa 100 g dan suhu 100°C dimasukkan ke dalam kalorimeter yang berisi air sebanyak 200 g dan suhu 20°C. Jika suhu akhir campuran adalah 25°C, tentukan kalor jenis logam tersebut!
Langkah-langkah penyelesaian dengan computational thinking:
- Decomposition: memecah masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dipahami. Misalnya, mengidentifikasi konsep-konsep yang terkait dengan masalah, seperti kalorimeter, kalor jenis, perubahan suhu, dan hukum kekekalan energi.
- Pattern recognition: mencari pola atau hubungan antara bagian-bagian masalah. Misalnya, mengetahui rumus untuk menghitung kalor yang diserap atau dilepaskan oleh suatu zat: Q = mc∆T
- Abstraction: menyederhanakan masalah dengan mengabaikan informasi yang tidak relevan atau tidak penting. Misalnya, mengasumsikan bahwa kalorimeter adalah sistem tertutup yang tidak ada pertukaran kalor dengan lingkungan dan bahwa kapasitas kalor kalorimeter diabaikan.
- Algorithms: membuat langkah-langkah sistematis dan logis untuk menyelesaikan masalah. Misalnya:
-
- Menentukan perubahan suhu logam (ΔTlogam) dengan mengurangi suhu akhir dengan suhu awal: ΔTlogam = 25°C – 100°C = -75°C
- enentukan perubahan suhu air (ΔTair) dengan mengurangi suhu akhir dengan suhu awal: ΔTair = 25°C – 20°C = 5°C
- Menentukan kalor yang dilepaskan oleh logam (Qlogam) dengan menggunakan rumus Q = mc∆T dan nilai massa logam (mlogam) serta perubahan suhunya: Qlogam = mlogam x clogam x ΔTlogam = 100 g x clogam x (-75°C)
- Menentukan kalor yang diserap oleh air (Qair) dengan menggunakan rumus Q = mc∆T dan nilai massa air (mair), kalor jenis air (cair), serta perubahan suhunya: Qair = mair x cair x ΔTair = 200 g x 4,18 J/g°C x 5°C
- Menggunakan hukum kekekalan energi untuk menyatakan bahwa jumlah kalor yang dilepaskan sama dengan jumlah kalor yang diserap: Qlogam + Qair = 0
- Menyusun persamaan untuk mencari nilai clogam dari persamaan sebelumnya: (100 g x clogam x (-75°C)) + (200 g x 4,18 J/g°C x 5°C) = 0
- Menyelesaikan persamaan untuk mendapatkan nilai clogam: clogam = (200 g x 4,18 J/g°C x 5°C) / (100 g x (-75°C)) = -0,56 J/g°C
Jadi, kalor jenis logam tersebut adalah -0,56 J/g°C.
SOAL 6:
Suatu gas hidrokarbon ideal memiliki densitas 1,264 g/dm3 pada suhu 20°C dan 1 atm. Apakah gas ini tergolong alkana, alkena atau alkana?
Untuk menyelesaikan soal ini dengan computational thinking, kita dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
- Dekomposisi: memecah masalah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana, yaitu menentukan variabel-variabel yang diketahui dan ditanyakan dalam soal.
- Pattern recognition: mengenali pola atau keterkaitan antara variabel-variabel dalam masalah, yaitu menggunakan rumus densitas gas ideal d = PM/RT yang menghubungkan densitas, tekanan, massa molar dan suhu gas ideal.
- Abstraksi: mengabaikan informasi yang tidak relevan atau tidak diperlukan dalam penyelesaian masalah, yaitu hanya fokus pada variabel-variabel yang berpengaruh pada massa molar gas hidrokarbon yaitu densitas dan rumus molekul.
- Algoritma: merancang urutan langkah atau aturan logis untuk menyelesaikan masalah, yaitu menulis rumus densitas gas ideal untuk kondisi gas hidrokarbon tersebut, kemudian menyisihkan variabel massa molar M dari rumus tersebut dan mengganti nilai-nilai yang diketahui ke dalam rumus tersebut.
Dengan demikian, jawaban dari soal tersebut adalah:
M = dRT / P M = (1.264 x 0.082 x 293) / 1 M = 30 g/mol
Gas hidrokarbon dengan massa molar 30 g/mol adalah etena C2H4 yang termasuk alkena.
SOAL 7:
Sebuah larutan mengandung 5 g garam dalam 100 g air. Hitunglah konsentrasi persen massa larutan tersebut.
Langkah-langkah Computational Thinking:
- Decomposition: Mengetahui bahwa larutan mengandung garam dan air.
- Pattern Recognition: Mengetahui bahwa perlu diketahui konsentrasi persen massa larutan, yang merupakan jumlah massa solute per 100 massa larutan.
- Abstraction: Mengabaikan hal-hal lain kecuali garam dan air.
- Algorithms:
- Hitung jumlah massa larutan dengan menjumlahkan massa garam dan massa air.
- Hitung konsentrasi persen massa larutan dengan membagi massa garam dengan jumlah massa larutan, kemudian dikalikan dengan 100%.
Dalam soal di atas, massa garam adalah 5 g, dan massa air adalah 100 g. Oleh karena itu, jumlah massa larutan adalah:
jumlah massa larutan = massa garam + massa air jumlah massa larutan = 5 g + 100 g jumlah massa larutan = 105 g
Konsentrasi persen massa larutan adalah:
konsentrasi persen massa = massa garam / jumlah massa larutan x 100% konsentrasi persen massa = 5 g / 105 g x 100% konsentrasi persen massa = 4,76%
Jadi, konsentrasi persen massa larutan adalah 4,76%.
SOAL 8:
Tentukan sifat ikatan ionik pada molekul NaCl.
Langkah-langkah menggunakan computational thinking:
Decomposition:
- Menentukan data yang diberikan: informasi tentang molekul NaCl
- Menentukan sifat-sifat ikatan ionik
Pattern recognition:
- Ikatan ionik terbentuk antara logam dan nonlogam dengan perbedaan keelektronegatifan yang besar
- Ikatan ionik memiliki sifat kristal, memiliki titik leleh dan titik didih tinggi, tidak larut dalam pelarut nonpolar, dan bersifat konduktor listrik dalam keadaan cair atau larutan
Abstraction:
- NaCl terbentuk dari ion natrium (Na+) dan ion klorida (Cl-) melalui ikatan ionik
Algorithm:
- Tentukan nilai keelektronegatifan Na dan Cl dari tabel periodik: Na = 0.93, Cl = 3.16
- Hitung selisih nilai keelektronegatifan: ∆χ = |χ(Cl) – χ(Na)| = |3.16 – 0.93| = 2.23
- Jika selisih nilai keelektronegatifan > 1.7, maka ikatan yang terbentuk adalah ikatan ionik
- NaCl terbentuk dari ion natrium (Na+) dan ion klorida (Cl-) melalui ikatan ionik
- Berdasarkan sifat ikatan ionik, NaCl bersifat kristal, memiliki titik leleh dan titik didih tinggi, tidak larut dalam pelarut nonpolar, dan bersifat konduktor listrik dalam keadaan cair atau larutan
Jadi, ikatan pada molekul NaCl adalah ikatan ionik.
SOAL 9:
Tentukan sifat ikatan pada molekul H2O.
Langkah-langkah menggunakan computational thinking:
Decomposition:
- Menentukan data yang diberikan: informasi tentang molekul H2O
- Menentukan sifat-sifat ikatan pada molekul H2O
Pattern recognition:
- H2O terdiri dari atom hidrogen dan atom oksigen yang terikat melalui ikatan kovalen polar
- Ikatan kovalen polar memiliki muatan parsial pada masing-masing atom yang membentuknya
- Molekul polar memiliki momen dipol, yaitu muatan listrik yang terdistribusi tidak merata di dalam molekul
Abstraction:
- H2O terbentuk dari ikatan kovalen polar antara atom hidrogen dan atom oksigen
Algorithm:
- Identifikasi atom hidrogen dan atom oksigen pada molekul H2O
- Hitung nilai perbedaan elektro-negativitas antara H dan O: ∆χ = |χ(O) – χ(H)| = |3.44 – 2.20| = 1.24
- Jika selisih nilai keelektronegatifan antara atom yang membentuk ikatan ≤ 1.7, maka ikatan yang terbentuk adalah ikatan kovalen polar
- H2O terbentuk dari ikatan kovalen polar antara atom hidrogen dan atom oksigen
- Berdasarkan sifat ikatan kovalen polar, H2O merupakan molekul polar dan memiliki momen dipol, yaitu muatan listrik yang terdistribusi tidak merata di dalam molekul.
Jadi, ikatan pada molekul H2O adalah ikatan kovalen polar.
SOAL 10:
Penerapan problem kimia sehari-hari dalam pembuatan tape dari singkong dalam praktikum siswa dengan prosedur computational thinking:
Decomposition
- Identifikasi bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan tape dari singkong, seperti singkong, air, gula, dan ragi.
- Identifikasi proses-proses yang terjadi dalam pembuatan tape dari singkong, seperti fermentasi, penggilingan, dan pengeringan.
- Bagaimana mengupas kulit singkong dengan mudah?
- Bagaimana menghancurkan singkong hingga menjadi adonan halus?
- Bagaimana membuat adonan singkong menjadi tape yang baik?
Pattern Recognition
- Analisis dan pengenalan pola-pola dalam proses pembuatan tape dari singkong, seperti pola fermentasi dan pola pengeringan.
- Identifikasi hubungan antara pola-pola dalam proses pembuatan tape dari singkong.
- Proses pengolahan singkong menjadi tape dilakukan dengan cara fermentasi.
- Dalam proses fermentasi, terjadi perubahan gula menjadi asam laktat yang menyebabkan adonan singkong mengeras menjadi tape.
Abstraction
- Abstraksi proses-proses yang terjadi dalam pembuatan tape dari singkong menjadi tahap-tahap yang lebih sederhana, seperti tahap penggilingan dan tahap pengeringan.
- Abstraksi bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan tape dari singkong menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana, seperti pati singkong, air, gula, dan ragi.
- Proses pembuatan tape dari singkong memerlukan tahapan pemilihan bahan, pengupasan kulit singkong, penghancuran singkong menjadi adonan, penambahan bahan fermentasi, dan proses fermentasi itu sendiri.
Algorithms
- Menentukan urutan tahap-tahap dalam pembuatan tape dari singkong, seperti tahap fermentasi, tahap penggilingan, dan tahap pengeringan.
- Menentukan jumlah bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan tape dari singkong berdasarkan proporsi yang tepat.
- Menyiapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan, seperti singkong, air, ragi, gula, blender, wadah, dan kain.
- Mengupas kulit singkong dan mencuci hingga bersih.
- Menghancurkan singkong dengan blender hingga halus.
- Menambahkan bahan fermentasi (ragi dan gula) ke dalam adonan singkong dan mencampur rata.
- Memindahkan adonan ke dalam wadah yang bersih dan menutup rapat.
- Membiarkan adonan difermentasi selama 2-3 hari, hingga adonan mengental menjadi tape.
- Membungkus tape dengan kain dan memeras hingga kering.
Dalam praktikum siswa, prosedur computational thinking dapat diterapkan dengan mengajarkan siswa tentang tahapan-tahapan pembuatan tape dari singkong serta mengajarkan prinsip-prinsip dasar kimia yang terkait dalam proses pembuatan tape tersebut. Selain itu, siswa juga dapat diajarkan untuk mengidentifikasi pola-pola dan hubungan antar proses yang terjadi dalam pembuatan tape dari singkong sehingga mereka dapat memahami proses tersebut secara lebih baik. Diharapkan dengan penerapan prosedur computational thinking dalam pembuatan tape dari singkong ini, dapat meningkatkan minat belajar siswa terhadap kimia dan memberikan pengalaman praktikum yang menyenangkan dan bermanfaat.
Dengan menerapkan langkah-langkah computational thinking, siswa dapat memahami secara lebih mudah dan sistematis bagaimana membuat tape dari singkong. Selain itu, siswa juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis dalam memecahkan masalah serta meningkatkan minat belajar mereka dalam bidang kimia.